Pihak Calon Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) dan Calon Wakil Gubernur Sumatera Barat Ali Mukhni selaku pemohon menggugat hasil Pilgub Sumatera Barat tahun 2020 dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilu di Mahkamah Konstitusi pada Selasa (26/1/2021). Dalam pokok permohonannya, kuasa hukum pemohon Veri Junaidi, mendalilkan perselisihan hasil pemilihan Gubernur Sumatera Barat tahun 2020 disebabkan proses pemilihan yang tidak jujur dan adil. Dalam pokok permohonannya Veri membeberkan dugaan keterlibatan aparat terhadap perselisihan suara tersebut di Pilkada Gubernur Sumbar 2020.
Veri menjelaskan dugaan kecurangan tersebut bersifat terstruktur, sistematis, dan masif untuk menggembosi suara pemilih kliennya sebelum hari pemungutan suara. Veri mengatakan terkait dengan itu adalah penetapan Mulyadi sebagai tersangka tindak pidana Pemilu karena diduga melakukan kampanye di luar jadwal oleh Sentra Penegakkan Hukum Terpadu pada lima hari sebelum hari pemungutan suara. Menurut Veri, penetapan tersangka tersebut terburu buru dan seharusnya kliennya tidak dapat dikenakan sanksi pelanggaran kampanye di luar jadwal.
Apalagi, kata Veri, dua hari setelah pemungutan suara, Kepolisian RI mengeluarkan surat keterangan Badan Reserse Kriminal Polri Direktorat Tindak Pidana Umumtentang penghentian penyidikan bertanggal 11 Desember 2020 yang menyatakan perkara a quo dihentikan karena tidak cukup bukti. Selain itu, kata Veri, dalam proses tersebut ada upaya masif untuk mempublikasi penetapan tersangka Mulyadi baik melalui media loka maupun nasional. Ia pun membeberkan adanya upaya framing terhadap kliennya melalui judul judul pemberitaan yang tidak sesuai fakta.
Ia pun mengungkap adanya dugaan pembocoran informasi terkait penetapan tersangka terhadak kliennya tersebut. Berdasarkan data yang dihimpun pihaknya, peyebaran tersebut dilakukan secara masif melalui media sosial. Sekurangnya, pihaknya mencatat ada enam juta lebih orang yang terpapar berita terkait penetapan tersangka tersebut di hari pemungutan suara yakni 9 Desember 2020 belum termasuk dengan media arus utama.
Akibat dari hal tersebut, kata Veri, para pemilih kliennya mengalihkan suaranya ke paslon lain atau memilih untuk tidak menentukan pilihan (golput) saat pemungutan suara. Hal tersebut dibeberkan Veri di depan Majelis Hakim Konstitusi saat sidang Pendahuluan dengan agenda Pembacaan Permohonan di Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi pada Selasa (26/1/2021). "Proses ini terang benderang telah melanggar asas jurdil yakni dilakukan dengan menggunakan struktur penegak hukum. Secara sistematis menggunakan proses penegakkan hukum yang secara masif melibatkan pemberitaan media yang sangat meluas," kata Veri.
Atas dugaan tersebut, Veri telah menyerahkan 15 bukti yang dinyatakan telah diverifikasi oleh Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman saat sidang. Selain itu, Veri memaparkan sejumlah petitum permohonan dengan nomor perkara 129/PHP.GUB XIX/2021 tersebut. Pertama, kata Veri, pemohon memohon agar Majelis Hakim Konstitusi mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya.
Kedua, pemohon memohon agar Majelis Hakim Konstitusi membatalkan keputusan KPU Provinsi Sumatera Barat Nomor 113/PL.02.6 KPT/13/Prov/XII/2020 tentang penetapan hasil rekapitulasi penghitungan suara pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat tahun 2020 tanggal 20 Desember 2020. Ketiga, pemohon memohon Majelis Hakim Konstitusi memerintahkan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sumatera Barat untuk melakukan pemungutan suara ulang di seluruh tempat pemungutan suara dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat. "Empat. Memerintahkan kepada KPU Provinsi Sumatera Barat untuk melaksanakan putusan ini atau apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain mohon putusan uang seadil adilnya," tutup Veri.