Tuberkulosis (TB/ TBC) menjadi penyakit menular yang berbahaya dan darurat di dunia, termasuk Indonesia. Sebelum adanya pandemi Covid 19, penyakit TBC sudah menjadi komitmen untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langusung, Kementerian Kesehatan RI dr. Siti Nadia Tarmizi, M. Epid memaparkan terkait penanganan penyakit tuberculosis yang belum bisa di maksimalkan dalam pelayanannya.
"Kalau kita berbicara mengenai tuberculosis, kita tau bahwa sebelum adanya pandemi Covid 19 tuberkulosis ini sudah menjadi komitmen kita bersama (tenaga kesehatan) untuk kemudian bisa menyelesaikan permasalahan TBC ini sampai dengan kita mencapai mengeliminasi TBC pada tahun 2030,” katanya dr. Nadia saat acara webinar dan talkshow Stop TB Partnership Indonesia (STPI), Senin, (1/3/2021). Menurutnya dengan adanya pandemi Covid 19 juga akan menimbulkan permasalahan baru terkait dengan TBC. Tak hanya itu, saat ini Indonesia penyumbang 2 per 3 kasus TBC di seluruh dunia. Terlebih saat ini terhitung 1,2 juta orang meninggal akibat TBC.
“Kalau kita melihat laporan WHO Global Report maka sebenarnya ditahun 2020 diseluruh dunia masih terdapat 10 juta org yang sakit Karena TBC dan 1,2 juta orang yang meninggal,” katanya. “Mungkin sebagai dampak pandemi kami yakin bukan indonesia aja tapi negara negara lain yang beban terhadap TBC dan sosial ekonomi yang kurang baik sehingga pasti permasalahan TBC akan menjadi tambahan permasalahan pasca Covid 19, kita tau bahwa Indonesia ini adalah penyumbang 2 per 3 kasus TBC diseluruh dunia dengan estimasi jumlah angka 845 ribu, dan jumlah kematian 98 ribu,” tambahnya. Hal tersebut menjadi sebuah tantangan besar untuk menekan jumlah kematian karena tuberkulosis, karena menuruntya, hingga saat ini ia memaparkan tidak pernah menemukan jumlah total keseluruhan penderita tuberkulosis yang telah ditentukan. “Ini merupakan tantangan yang susah, ini yang menjadi tentunya PR kita apakah angka kematian ini memang tidak pernah turun karena kita tidak pernah menemukan hingga 98 ribu. Karena yang masuk hanya 10 ribu sehingga yang bisa kita deteksi 10 persennya dari angka yang kita estimasi,” ucapnya
Jumlah tersebut menurutnya masih dalam jumlah yang kecil bila dibandingkan dengan jumlah keseluruhan. “Dan ini sangat kecil dan artinya kalau kita ingin menurunkan angka kematian akibat TBC kita harus menemukan dimana sebenarnya kematian akibat TBC ini terjadi,” katanya. Artikel ini merupakan bagian dari
KG Media. Ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya.